Banyak hal yang harus kita waspadai dalam kehidupan sehari-hari, baik itu kaitannya dengan hablumminallah maupun hablumminannas. Ada banyak hal yang mengalir secara sadar maupun tidak yang merupakan perbuatan dosa. Dalam hubungannya dengan amalan ibadah (hablumminallah) kita akan dekat sekali dengan riya' dan bid'ah, sedangkan hubungannya dengan amalan muammalah kita dekat sekali dengan sombong, dengki, dan juga ghibah. Akhir-akhir ini ghibah menjadi sesuatu yang dilegalkan, seperti kita lihat acara-acara gosip di televisi maupun media lainnya, padahal jika kita mengetahui dosa ghibah merupakan dosa berantai yang cukup berat.
Oleh Al-Ustadz Abu Qotadah
dikutip dari Majalah Al-Mawaddah
Al-Qur’an telah menyebutkan larangan ghibah dan menyerupakan pelakunya dengan pemakan bangkai saudaranya. Alloh berfirman:
"… dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Alloh. Sesungguhnya Alloh Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (QS. al-Hujurot [49]: 12)
Dalam hadits disebutkan bahwa Rosululloh bersabda:
فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ....
“Sesungguhnya darah, harta, dan kehormatan kalian adalah haram atas diri kalian.” (HR. Bukhori-Muslim)
Dari Abu Barzah al-Aslami , dia berkata: Rosululloh bersabda:
يَا مَعْشَرَ مَنْ آمَنَ بِلِسَانِهِ وَلَمْ يَدْخُلِ الْإِيْمَانُ قَلْبَهُ لَا تَغْتَابُوا الْـمُسْلِمِينَ وَلَا تَتَّبِعُوْا عَوْرَاتِهِمْ فَإِنَّهُ مَنِ اتَّبَعَ عَوْرَاتِهِمْ يَتَّبِعِ اللهُ عَوْرَتَهُ وَمَنْ يَتَّبِعِ اللهُ عَوْرَتَهُ يَفْضَحْهُ فِيْ بَيْتِهِ
“Wahai sekalian orang yang beriman dengan lidahnya sedangkan iman itu belum masuk ke dalam hatinya, janganlah kalian menggunjing orang-orang muslim dan janganlah mencari-cari aib mereka, karena siapa yang mencari-cari aib saudaranya, niscaya Alloh akan mencari-cari aib dirinya, dan siapa yang Alloh mencari-cari aib dirinya, niscaya Dia akan membuka kejelekannya sekalipun dia bersembunyi di dalam rumahnya.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Hibban, Ahmad dan al-Baghowi)
Dalam hadits lain disebutkan:
الْغِيْبَةُ أَشَدُّ مِنَ الزِّنَا، قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ وَكَيْفَ الْغِيْبَةُ أَشَدُّ مِنَ الزِّنَا؟ قَالَ: إِنَّ الرَّجُلَ لَيَزْنِيْ فَيَتُوْبُ فَيَتُوْبُ اللهُ عَلَيْهِ وَإِنَّ صَاحِبَ الْغِيْبَةِ لَا يُغْفَرُ لَهُ حَتَّى يَغْفِرَهَا لَهُ صَاحِبُهُ
“Ghibah itu lebih keras daripada zina.” Mereka bertanya: “Bagaimana ghibah lebih keras dari zina, wahai Rosululloh?” Beliau bersabda: “Sesungguhnya seseorang telah berzina, kemudian bertaubat dan Alloh pun mengampuni dosanya, sedangkan orang yang melakukan ghibah tidak akan diampuni Alloh, hingga orang yang di-ghibah-nya mengampuninya.” (HR. Baihaqi dalam Syu’abul Iman)
Makna Ghibah
Ghibah di sini ialah engkau menyebut-nyebut orang lain yang tidak ada di sisimu dengan suatu perkataan yang membuatnya tidak suka jika mendengarnya, baik menyangkut kekurangan pada badannya, seperti penglihatannya yang kabur, buta sebelah matanya, kepalanya yang botak, badannya yang tinggi, badannya yang pendek, dan lain-lainnya, atau yang menyangkut nasabnya, seperti perkataanmu: “Ayahnya berasal dari rakyat jelata, ayahnya orang India, orang fasik”, dan lain-lainnya, atau yang menyangkut akhlaqnya, seperti perkataanmu: “Dia akhlaqnya buruk dan orangnya sombong”, atau yang menyangkut pakaiannya, seperti perkataanmu: “Pakaiannya longgar, lengan bajunya terlalu lebar”, dan lain-lainnya. Juga maksud-maksud untuk mencela, entah dengan perkataan atau lainnya, seperti kedipan mata, isyarat, ataupun tulisan.
Dalil yang menguatkan hal ini ialah hadits berikut, yaitu saat Nabi bertanya tentang ghibah dalam sabda beliau:
أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ قَالُوْا: اَللهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ، قَالَ: ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ، قِيلَ: أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِيْ أَخِيْ مَا أَقُوْلُ؟ قَالَ: إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدْ اغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ
“Apakah kalian tahu apa itu ghibah?” Maka mereka menjawab: “Alloh dan rosul-Nya yang lebih tahu.” Maka beliau bersabda: “Engkau menyebut-nyebut saudaramu dengan sesuatu yang tidak dia sukai.” Mereka bertanya lagi: “Bagaimana pendapat engkau jika pada diri saudaraku itu memang ada yang seperti kataku, wahai Rosululloh?” Beliau menjawab: “Jika pada diri saudaramu itu ada yang seperti katamu, berarti engkau telah meng-ghibah-nya, dan jika pada dirinya tidak ada yang seperti katamu, berarti engkau telah berdusta tentangnya.” (HR. Muslim dan Tirmidzi)
Ketahuilah bahwa orang yang mendengarkan ghibah juga terlibat dalam perkara ghibah ini, dan dia tidak lepas dari dosa seperti dosa orang yang meng-ghibah. Kecuali jika memungkinkan memotong ghibah itu dengan mengalihkannya kepada pembicaraan masalah lain, maka hendaklah dia melakukannya.
Diriwayatkan dari Nabi , beliau bersabda:
مَنْ أُذِلَّ عِنْدَهُ مُؤْمِنٌ فَلَمْ يَنْصُرْهُ وَهُوَ قَادِرٌ عَلَى أَنْ يَنْصُرَهُ أَذَلَّهُ اللهُ عَلَى رُءُوسِ الْخَلَائِقِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Barangsiapa ada orang mu’min yang dihinakan di sisinya dan dia sanggup membelanya namun tidak melakukannya, maka Alloh menghinakannya di hadapan banyak orang kelak pada hari kiamat.” (HR. Ahmad)
Beliau juga bersabda:
مَنْ حَمَى مُؤْمِنًا مِنْ مُنَافِقٍ أُرَاهُ قَالَ بَعَثَ اللّٰـهُ مَلَكًا يَحْمِي لَحْمَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ نَارِ جَهَنَّمَ
“Barangsiapa membela seorang mu’min dari orang munafik yang mengunjingnya, maka Alloh mengutus seorang malaikat yang menjaga dagingnya dari sengatan neraka Jahannam pada hari kiamat kelak.” (HR. Abu Dawud, Ahmad, al-Baghowi, dan Ibnul Mubarok)
Sebab-sebab yang Mendorong Ghibah
1. Hendak mencairkan amarah. Disebabkan ada seseorang yang membuat sesuatu terhadap dirinya yang membuatnya marah, untuk mencairkan amarahnya maka dia pun menggunjing orang tersebut.
2. Menyesuaikan diri dengan teman-teman, menjaga keharmonisan, dan karena hendak membantu mereka. Jika mereka mengusik kehormatan seseorang, lalu dia mengingkari perbuatan mereka atau memotong perkataan mereka, tentu mereka tidak mau menerimanya dan akan menghindarinya. Karena itu dia perlu ikut-ikutan dalam perbuatan mereka dan membantu mereka demi menjaga hubungan baik dengan mereka.
3. Ingin mengangkat diri sendiri dengan cara menjelek-jelekan orang lain. Dia berkata: “Fulan itu bodoh, pemahamannya dangkal”, atau lainnya, yang dimaksudkan untuk menguatkan posisi dan kelebihan dirinya serta memperlihatkan dirinya yang seakan-akan lebih pintar dari orang yang dimaksud. Begitu pula tindakannya yang dipicu rasa dengki, dengan memuji seseorang dan menjatuhkan saingannya.
4. Untuk canda dan lelucon. Dia menyebutkan seseorang dengan maksud untuk membuat orang-orang menertawakan orang tersebut. Bahkan banyak orang yang mencari penghidupannya dengan cara ini.
Cara Pengobatan
Ghibah Adapun cara mengobati penyakit ghibah ialah dengan menyadarkan orang yang meng-ghibah, bahwa perbuatannya itu memancing kemurkaan Alloh, kebaikan-kebaikannya akan berpindah kepada orang yang di-ghibah, dan jika dia tidak mempunyai kebaikan, maka keburukan orang yang di-ghibah akan dipindahkan kepada dirinya. Siapa yang menyadari hal ini, tentu lidahnya tidak akan berani mengucapkan ghibah.
Abu Huroiroh meriwayatkan dari Nabi bersabda:
مَنْ كَانَتْ لَهُ مَظْلَمَةٌ لِأَخِيهِ مِنْ عِرْضِهِ أَوْ شَيْءٍ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهُ الْيَوْمَ قَبْلَ أَنْ لَا يَكُونَ دِينَارٌ وَلَا دِرْهَمٌ إِنْ كَانَ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ مِنْهُ بِقَدْرِ مَظْلَمَتِهِ وَإِنْ لَمْ تَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ صَاحِبِهِ فَحُمِلَ عَلَيْهِ
“Siapa yang melakukan suatu kezholiman terhadap saudaranya pada harta atau kehormatannya, maka hendaklah dia menemuinya dan meminta maaf kepadanya, sebelum dia dihukum, sementara dia tidak mempunyai dirham maupun dinar, jika dia memiliki berbagai kebaikan, maka kebaikan-kebaikannya itu akan diambil lalu diberikan kepada saudaranya itu. Jika tidak, maka sebagian keburukan-keburukan saudaranya itu diambil dan diberikan kepadanya.” (HR. Bukhori)
Jika terlintas dalam pikiran untuk melakukan ghibah, maka hendaklah dia melakukan introspeksi dengan melihat aib sendiri lalu berusaha untuk memperbaikinya. Mestinya dia merasa malu jika dia mengungkap aib orang lain, sementara dirinya sendiri penuh aib.
Untuk mengobati keinginan menjaga pergaulan dengan teman-teman yang meng-ghibah, maka dia harus tahu bahwa Alloh murka kepada siapa yang mencari keridhoan manusia dengan sesuatu yang membuat Alloh murka. Yang harus dia lakukan ialah menasihati teman-temannya. Wallohu A’lam.
“Sesungguhnya darah, harta, dan kehormatan kalian adalah haram atas diri kalian.” (HR. Bukhori-Muslim)
Dari Abu Barzah al-Aslami , dia berkata: Rosululloh bersabda:
يَا مَعْشَرَ مَنْ آمَنَ بِلِسَانِهِ وَلَمْ يَدْخُلِ الْإِيْمَانُ قَلْبَهُ لَا تَغْتَابُوا الْـمُسْلِمِينَ وَلَا تَتَّبِعُوْا عَوْرَاتِهِمْ فَإِنَّهُ مَنِ اتَّبَعَ عَوْرَاتِهِمْ يَتَّبِعِ اللهُ عَوْرَتَهُ وَمَنْ يَتَّبِعِ اللهُ عَوْرَتَهُ يَفْضَحْهُ فِيْ بَيْتِهِ
“Wahai sekalian orang yang beriman dengan lidahnya sedangkan iman itu belum masuk ke dalam hatinya, janganlah kalian menggunjing orang-orang muslim dan janganlah mencari-cari aib mereka, karena siapa yang mencari-cari aib saudaranya, niscaya Alloh akan mencari-cari aib dirinya, dan siapa yang Alloh mencari-cari aib dirinya, niscaya Dia akan membuka kejelekannya sekalipun dia bersembunyi di dalam rumahnya.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Hibban, Ahmad dan al-Baghowi)
Dalam hadits lain disebutkan:
الْغِيْبَةُ أَشَدُّ مِنَ الزِّنَا، قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ وَكَيْفَ الْغِيْبَةُ أَشَدُّ مِنَ الزِّنَا؟ قَالَ: إِنَّ الرَّجُلَ لَيَزْنِيْ فَيَتُوْبُ فَيَتُوْبُ اللهُ عَلَيْهِ وَإِنَّ صَاحِبَ الْغِيْبَةِ لَا يُغْفَرُ لَهُ حَتَّى يَغْفِرَهَا لَهُ صَاحِبُهُ
“Ghibah itu lebih keras daripada zina.” Mereka bertanya: “Bagaimana ghibah lebih keras dari zina, wahai Rosululloh?” Beliau bersabda: “Sesungguhnya seseorang telah berzina, kemudian bertaubat dan Alloh pun mengampuni dosanya, sedangkan orang yang melakukan ghibah tidak akan diampuni Alloh, hingga orang yang di-ghibah-nya mengampuninya.” (HR. Baihaqi dalam Syu’abul Iman)
Makna Ghibah
Ghibah di sini ialah engkau menyebut-nyebut orang lain yang tidak ada di sisimu dengan suatu perkataan yang membuatnya tidak suka jika mendengarnya, baik menyangkut kekurangan pada badannya, seperti penglihatannya yang kabur, buta sebelah matanya, kepalanya yang botak, badannya yang tinggi, badannya yang pendek, dan lain-lainnya, atau yang menyangkut nasabnya, seperti perkataanmu: “Ayahnya berasal dari rakyat jelata, ayahnya orang India, orang fasik”, dan lain-lainnya, atau yang menyangkut akhlaqnya, seperti perkataanmu: “Dia akhlaqnya buruk dan orangnya sombong”, atau yang menyangkut pakaiannya, seperti perkataanmu: “Pakaiannya longgar, lengan bajunya terlalu lebar”, dan lain-lainnya. Juga maksud-maksud untuk mencela, entah dengan perkataan atau lainnya, seperti kedipan mata, isyarat, ataupun tulisan.
Dalil yang menguatkan hal ini ialah hadits berikut, yaitu saat Nabi bertanya tentang ghibah dalam sabda beliau:
أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ قَالُوْا: اَللهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ، قَالَ: ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ، قِيلَ: أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِيْ أَخِيْ مَا أَقُوْلُ؟ قَالَ: إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدْ اغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ
“Apakah kalian tahu apa itu ghibah?” Maka mereka menjawab: “Alloh dan rosul-Nya yang lebih tahu.” Maka beliau bersabda: “Engkau menyebut-nyebut saudaramu dengan sesuatu yang tidak dia sukai.” Mereka bertanya lagi: “Bagaimana pendapat engkau jika pada diri saudaraku itu memang ada yang seperti kataku, wahai Rosululloh?” Beliau menjawab: “Jika pada diri saudaramu itu ada yang seperti katamu, berarti engkau telah meng-ghibah-nya, dan jika pada dirinya tidak ada yang seperti katamu, berarti engkau telah berdusta tentangnya.” (HR. Muslim dan Tirmidzi)
Ketahuilah bahwa orang yang mendengarkan ghibah juga terlibat dalam perkara ghibah ini, dan dia tidak lepas dari dosa seperti dosa orang yang meng-ghibah. Kecuali jika memungkinkan memotong ghibah itu dengan mengalihkannya kepada pembicaraan masalah lain, maka hendaklah dia melakukannya.
Diriwayatkan dari Nabi , beliau bersabda:
مَنْ أُذِلَّ عِنْدَهُ مُؤْمِنٌ فَلَمْ يَنْصُرْهُ وَهُوَ قَادِرٌ عَلَى أَنْ يَنْصُرَهُ أَذَلَّهُ اللهُ عَلَى رُءُوسِ الْخَلَائِقِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Barangsiapa ada orang mu’min yang dihinakan di sisinya dan dia sanggup membelanya namun tidak melakukannya, maka Alloh menghinakannya di hadapan banyak orang kelak pada hari kiamat.” (HR. Ahmad)
Beliau juga bersabda:
مَنْ حَمَى مُؤْمِنًا مِنْ مُنَافِقٍ أُرَاهُ قَالَ بَعَثَ اللّٰـهُ مَلَكًا يَحْمِي لَحْمَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ نَارِ جَهَنَّمَ
“Barangsiapa membela seorang mu’min dari orang munafik yang mengunjingnya, maka Alloh mengutus seorang malaikat yang menjaga dagingnya dari sengatan neraka Jahannam pada hari kiamat kelak.” (HR. Abu Dawud, Ahmad, al-Baghowi, dan Ibnul Mubarok)
Sebab-sebab yang Mendorong Ghibah
1. Hendak mencairkan amarah. Disebabkan ada seseorang yang membuat sesuatu terhadap dirinya yang membuatnya marah, untuk mencairkan amarahnya maka dia pun menggunjing orang tersebut.
2. Menyesuaikan diri dengan teman-teman, menjaga keharmonisan, dan karena hendak membantu mereka. Jika mereka mengusik kehormatan seseorang, lalu dia mengingkari perbuatan mereka atau memotong perkataan mereka, tentu mereka tidak mau menerimanya dan akan menghindarinya. Karena itu dia perlu ikut-ikutan dalam perbuatan mereka dan membantu mereka demi menjaga hubungan baik dengan mereka.
3. Ingin mengangkat diri sendiri dengan cara menjelek-jelekan orang lain. Dia berkata: “Fulan itu bodoh, pemahamannya dangkal”, atau lainnya, yang dimaksudkan untuk menguatkan posisi dan kelebihan dirinya serta memperlihatkan dirinya yang seakan-akan lebih pintar dari orang yang dimaksud. Begitu pula tindakannya yang dipicu rasa dengki, dengan memuji seseorang dan menjatuhkan saingannya.
4. Untuk canda dan lelucon. Dia menyebutkan seseorang dengan maksud untuk membuat orang-orang menertawakan orang tersebut. Bahkan banyak orang yang mencari penghidupannya dengan cara ini.
Cara Pengobatan
Ghibah Adapun cara mengobati penyakit ghibah ialah dengan menyadarkan orang yang meng-ghibah, bahwa perbuatannya itu memancing kemurkaan Alloh, kebaikan-kebaikannya akan berpindah kepada orang yang di-ghibah, dan jika dia tidak mempunyai kebaikan, maka keburukan orang yang di-ghibah akan dipindahkan kepada dirinya. Siapa yang menyadari hal ini, tentu lidahnya tidak akan berani mengucapkan ghibah.
Abu Huroiroh meriwayatkan dari Nabi bersabda:
مَنْ كَانَتْ لَهُ مَظْلَمَةٌ لِأَخِيهِ مِنْ عِرْضِهِ أَوْ شَيْءٍ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهُ الْيَوْمَ قَبْلَ أَنْ لَا يَكُونَ دِينَارٌ وَلَا دِرْهَمٌ إِنْ كَانَ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ مِنْهُ بِقَدْرِ مَظْلَمَتِهِ وَإِنْ لَمْ تَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ صَاحِبِهِ فَحُمِلَ عَلَيْهِ
“Siapa yang melakukan suatu kezholiman terhadap saudaranya pada harta atau kehormatannya, maka hendaklah dia menemuinya dan meminta maaf kepadanya, sebelum dia dihukum, sementara dia tidak mempunyai dirham maupun dinar, jika dia memiliki berbagai kebaikan, maka kebaikan-kebaikannya itu akan diambil lalu diberikan kepada saudaranya itu. Jika tidak, maka sebagian keburukan-keburukan saudaranya itu diambil dan diberikan kepadanya.” (HR. Bukhori)
Jika terlintas dalam pikiran untuk melakukan ghibah, maka hendaklah dia melakukan introspeksi dengan melihat aib sendiri lalu berusaha untuk memperbaikinya. Mestinya dia merasa malu jika dia mengungkap aib orang lain, sementara dirinya sendiri penuh aib.
Untuk mengobati keinginan menjaga pergaulan dengan teman-teman yang meng-ghibah, maka dia harus tahu bahwa Alloh murka kepada siapa yang mencari keridhoan manusia dengan sesuatu yang membuat Alloh murka. Yang harus dia lakukan ialah menasihati teman-temannya. Wallohu A’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar