diambil dari majalah Al-Mawaddah
Banyak masalah yang sebenarnya bukan masalah. Namun bagaimana memecahkan masalah itulah hakikat masalahnya. Karena untuk mempertahankan hidup mesti akan selalu berhadapan dengan masalah. Hanya saja, tingkat keruwetan dan berat ringannya permasalahn setiap diri itu berbeda-beda. Dan yang paling baik di antara individu yang hidup dan bermasalah ialah yang paling baik dalam menyelesaikan permasalahan hidupnya.
Sandungan Pasutri Muda
Dunia pasutri muda merupakan dunia yang juga tak lepas dari masalah. Justru terkadang masalah itu makin lama makin serius sebab saat ini mereka sedang hidup berdua, tidak lagi sendiri-sendiri. Sesungguhnya status mereka ini bukan sebab timbulnya masalah yang makin serius. Justru sebaliknya, dengan berumah tangga sesungguhnya seorang istri telah menemukan orang yang begitu dekat hubungannya dengannya yang siap bersama-sama memecahkan masalah dalam rumah tangganya. Namun kenyataannya memang lain. Banyak pasutri muda yang tidak mendapati anugerah tersebut.
Tatkala pasutri telah menjalani kehidupan berumah tangga, dimana keduanya memiliki profesi yang bisa jadi sama atau berbeda, dan juga karir yang menjanjikan perbaikan ekonomi keluarga, tak jarang akan berjalan mulus begitu saja tanpa masalah. Bila si istri tiba-tiba memutuskan untuk tidak lagi berkarir demi anak yang sesaat lagi akan dilahirkannya, misalnya, lalu ia memilih menjadi ibu rumah tangga yang baik sekaligus pengasuh serta pendidik bagi anak suaminya; hal ini biasa saja memantik masalah baru. Dan dia tidak pernah menduga bahwa apa yang dia lakukan akan menimbulkan masalah bagi diri suaminya.
Sebabnya ialah karena si istri tidak bermusyawarah terlebih dahulu dengan suaminya. Yang menguatkan dugaan ini ialah hubungan antara mereka berdua yang makin dingin saja. Terlebih suami. Ia menjadi lebih banyak menghindar dari istri. Lebih banyak diam. Diam memendam perasaan tertekan sebab beban masalah yang menurutnya sulit dipecahkan sendiri dan tidak mudah ia ungkapkan kepada istrinya.
Benar. Tidak adanya komunikasi yang baik serta tidak adanya musyawarah antara pasutri merupakan faktor kuat yang akan menimbulkan masalah. Contoh sederhananya ialah niat baik istri diatas. Ternyata rencana baik tidak selalu baik akibatnya. Malah, bisa jadi justru meniadakan keharmonisan. Salah satu sebabnya ialah bila rencana itu hanya milik pribadi istri atau suami, bukan milik bersama.
Peranan Saling Menyerasikan
Semestinya, sebagai pasutri harus tetap mengingat bahwa dalam rumah tangga mereka bagaikan pakaian bagi pasangannya. Allah SWT berfirman:
"Mereka (istri-istri kamu) adalah pakaian bagimu. Dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka". (QS. al-Baqarah: 187)
Abdullah Ibnu Abbas r.a. menyebutkan tentang makna pakaian dalam ayat di atas seraya mengatakan: "Artinya, mereka (istri-istri kalian) adalah ketenteraman bagi kalian, dan kalian adalah ketenteraman bagi mereka".
Hakikat pakaian yang baik ialah apabila dipakai akan memberikan keserasian penampilan orang yang memakainya. Maka begitulah hendaknya pasutri berperan sebagai pemberi keserasian dan keharmonisan bagi pasangannya pada setiap langkah menjalani kehidupan berumah tangga.
Tidak akan serasi bila ada salah satu dari pasutri yang bertindak sendirian, sendiri dalam merencanakan, sendiri dalam menentukan, dan sendiri dalam menjalankannya. Bahkan sendiri dalam menikmati hasilnya. Semestinya ada kebersamaan.
Bila ada yang tidak sedap pada salah satu dari pasangan maka pasangan yang lain menjadi penyedapnya, bila ada yang miring dan tidak seimbang pada salah satu pasangan maka pasangan yang lain menegakkandan menyeimbangkannya, begitu seterusnya. Bila sudah begitu, tentu yang ada ialah ketenangan dan ketenteraman dalam kebersamaan. Sehingga masing-masing dari pasangan akan merasa percaya diri, optimis melangkah bersama-sama menjalani rumah tangganya dalam keserasian dan keharmonisan.
Teladan yang Harmonis
Ada sebuah teladan yang baik pada sepasang pasutri yang mulia, yaitu antara putri manusia paling mulia Rasulullah SAW, Fathimah r.a. dengan anak paman beliau, Ali bin Abu Tholib r.a. Bagaimana keharmonisan selalu mewarnai kehidupan mereka berdua dalam mengarungi bahtera rumah tangganya.
Suatu ketika sahabat Ali r.a. berbincang-bincang serius dengan istrinya yang sangat ia cinta, Fathimah r.a. berkenaan dengan keadaan kehidupan mereka berdua yang sulit. Ali r.a. merasa tidak sanggup lagi membantu pekerjaan istrinya sebab aktivitas kesehariannya yang sampai membuat dadanya menderita. Sementara istrinya, Fathimah r.a. pun sangat membutuhkan bantuan suaminya. Beban pekerjaan yang banyak lagi berat harus ia lakukan sendirian. Mulai menggiling gandum yang bisa menjadikan telapak tangan menjadi kasar, memanggul tembikar untuk mencari air sehingga membekas pada lehernya, juga pekerjaan rumah tangga lainnya yang melapukkan bajunya. Singkatnya, sudah saatnya mereka dibantu seorang pembantu.
Kehadiran pembantu di rumah tentunya bukan kebutuhan pribadi masing-masing individu pasutri, namun merupakan kepentingan bersama. Sehingga sahabat Ali r.a. pun membicarakan hal tersebut bersama istrinya, Fathimah r.a. sebelum memutuskan untuk menghadirkan pembantu di rumahnya ataukah tidak.
Sahabat Ali r.a. mengatakan kepada istrinya: "Seandainya engkau mendatangi Rasulullah SAW, lalu engkau meminta dari beliau seorang pembantu, mengingat menggiling gandum dan pekerjaan rumah tangga telah membuatmu payah, tentu itu lebih baik".
Perhatikan, komunikasi yang baik antara Ali r.a. dengan istrinya, Fathimah r.a. benar-benar menunjukkan keharmonisan hubungan mereka berdua. Harmonis bersama-sama di saat lapang maupun di saat menderita. Harmonis mencari jalan keluar dari masalah bersama. Harmonis pula dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
Kebersamaan itu makin nyata setelah akhirnya mereka berdualah yang mendatangi Rasulullah untuk menyampaikan hajat. Meski pada akhirnya Rasulullah SAW tidak memenuhi permintaan tersebut sebab memang yang diminta tidak beliau miliki, yang mana sebagai gantinya beliau mengajarkan beberapa dzikir yang dinilai lebih baik daripada keadiran seorang pembantu bagi putri serta menantunya tersebut. Namun begitu, pasutri mulia tersebut tetap saja harmonis dalam mengamalkan petunjuk Rasulullah SAW.
Perhatikan bagaimana keharmonisan selalu mewarnai kehidupan pasutri mulia ini. Salah satu sebabnya ialah adanya komunikasi yang baik, yaitu musyawarah antara pasutri untuk merencanakan, memutuskan, menjalankan, serta menuai hasilnya bersama-sama.
Perhatikan juga bagaimana keharmonisan itu terpelihara dengan dukungan mertua yang bijaksana, yang senantiasa menghendaki sesuatu yang lebih baik buat anak serta menantunya. Bagaimana pula keharmonisan itu begitu nyata terlihat pada komunikasi yang baik dalam musyawarah yang terjadi antara mereka bertiga: Rasululullah SAW sebagai mertua, Ali r.a. sebagai menantu serta Fathimah r.a. sebagai putri beliau.
Perhatikan bagaimana mereka telah menyelesaikan masalah dengan tanpa masalah. Dengan bekal takwa dan komunikasi yang baik dalam bermusyawarah, akhirnya mereka bisa menyelesaikan masalah dengan penuh keberkahan.
Allahumma, ya Allah, berkahilah keluarga kami sebagaimana Engkau telah memberkahi keluarga orang-orang sholih sebelum kami. Amin.
Banyak masalah yang sebenarnya bukan masalah. Namun bagaimana memecahkan masalah itulah hakikat masalahnya. Karena untuk mempertahankan hidup mesti akan selalu berhadapan dengan masalah. Hanya saja, tingkat keruwetan dan berat ringannya permasalahn setiap diri itu berbeda-beda. Dan yang paling baik di antara individu yang hidup dan bermasalah ialah yang paling baik dalam menyelesaikan permasalahan hidupnya.
Sandungan Pasutri Muda
Dunia pasutri muda merupakan dunia yang juga tak lepas dari masalah. Justru terkadang masalah itu makin lama makin serius sebab saat ini mereka sedang hidup berdua, tidak lagi sendiri-sendiri. Sesungguhnya status mereka ini bukan sebab timbulnya masalah yang makin serius. Justru sebaliknya, dengan berumah tangga sesungguhnya seorang istri telah menemukan orang yang begitu dekat hubungannya dengannya yang siap bersama-sama memecahkan masalah dalam rumah tangganya. Namun kenyataannya memang lain. Banyak pasutri muda yang tidak mendapati anugerah tersebut.
Tatkala pasutri telah menjalani kehidupan berumah tangga, dimana keduanya memiliki profesi yang bisa jadi sama atau berbeda, dan juga karir yang menjanjikan perbaikan ekonomi keluarga, tak jarang akan berjalan mulus begitu saja tanpa masalah. Bila si istri tiba-tiba memutuskan untuk tidak lagi berkarir demi anak yang sesaat lagi akan dilahirkannya, misalnya, lalu ia memilih menjadi ibu rumah tangga yang baik sekaligus pengasuh serta pendidik bagi anak suaminya; hal ini biasa saja memantik masalah baru. Dan dia tidak pernah menduga bahwa apa yang dia lakukan akan menimbulkan masalah bagi diri suaminya.
Sebabnya ialah karena si istri tidak bermusyawarah terlebih dahulu dengan suaminya. Yang menguatkan dugaan ini ialah hubungan antara mereka berdua yang makin dingin saja. Terlebih suami. Ia menjadi lebih banyak menghindar dari istri. Lebih banyak diam. Diam memendam perasaan tertekan sebab beban masalah yang menurutnya sulit dipecahkan sendiri dan tidak mudah ia ungkapkan kepada istrinya.
Benar. Tidak adanya komunikasi yang baik serta tidak adanya musyawarah antara pasutri merupakan faktor kuat yang akan menimbulkan masalah. Contoh sederhananya ialah niat baik istri diatas. Ternyata rencana baik tidak selalu baik akibatnya. Malah, bisa jadi justru meniadakan keharmonisan. Salah satu sebabnya ialah bila rencana itu hanya milik pribadi istri atau suami, bukan milik bersama.
Peranan Saling Menyerasikan
Semestinya, sebagai pasutri harus tetap mengingat bahwa dalam rumah tangga mereka bagaikan pakaian bagi pasangannya. Allah SWT berfirman:
"Mereka (istri-istri kamu) adalah pakaian bagimu. Dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka". (QS. al-Baqarah: 187)
Abdullah Ibnu Abbas r.a. menyebutkan tentang makna pakaian dalam ayat di atas seraya mengatakan: "Artinya, mereka (istri-istri kalian) adalah ketenteraman bagi kalian, dan kalian adalah ketenteraman bagi mereka".
Hakikat pakaian yang baik ialah apabila dipakai akan memberikan keserasian penampilan orang yang memakainya. Maka begitulah hendaknya pasutri berperan sebagai pemberi keserasian dan keharmonisan bagi pasangannya pada setiap langkah menjalani kehidupan berumah tangga.
Tidak akan serasi bila ada salah satu dari pasutri yang bertindak sendirian, sendiri dalam merencanakan, sendiri dalam menentukan, dan sendiri dalam menjalankannya. Bahkan sendiri dalam menikmati hasilnya. Semestinya ada kebersamaan.
Bila ada yang tidak sedap pada salah satu dari pasangan maka pasangan yang lain menjadi penyedapnya, bila ada yang miring dan tidak seimbang pada salah satu pasangan maka pasangan yang lain menegakkandan menyeimbangkannya, begitu seterusnya. Bila sudah begitu, tentu yang ada ialah ketenangan dan ketenteraman dalam kebersamaan. Sehingga masing-masing dari pasangan akan merasa percaya diri, optimis melangkah bersama-sama menjalani rumah tangganya dalam keserasian dan keharmonisan.
Teladan yang Harmonis
Ada sebuah teladan yang baik pada sepasang pasutri yang mulia, yaitu antara putri manusia paling mulia Rasulullah SAW, Fathimah r.a. dengan anak paman beliau, Ali bin Abu Tholib r.a. Bagaimana keharmonisan selalu mewarnai kehidupan mereka berdua dalam mengarungi bahtera rumah tangganya.
Suatu ketika sahabat Ali r.a. berbincang-bincang serius dengan istrinya yang sangat ia cinta, Fathimah r.a. berkenaan dengan keadaan kehidupan mereka berdua yang sulit. Ali r.a. merasa tidak sanggup lagi membantu pekerjaan istrinya sebab aktivitas kesehariannya yang sampai membuat dadanya menderita. Sementara istrinya, Fathimah r.a. pun sangat membutuhkan bantuan suaminya. Beban pekerjaan yang banyak lagi berat harus ia lakukan sendirian. Mulai menggiling gandum yang bisa menjadikan telapak tangan menjadi kasar, memanggul tembikar untuk mencari air sehingga membekas pada lehernya, juga pekerjaan rumah tangga lainnya yang melapukkan bajunya. Singkatnya, sudah saatnya mereka dibantu seorang pembantu.
Kehadiran pembantu di rumah tentunya bukan kebutuhan pribadi masing-masing individu pasutri, namun merupakan kepentingan bersama. Sehingga sahabat Ali r.a. pun membicarakan hal tersebut bersama istrinya, Fathimah r.a. sebelum memutuskan untuk menghadirkan pembantu di rumahnya ataukah tidak.
Sahabat Ali r.a. mengatakan kepada istrinya: "Seandainya engkau mendatangi Rasulullah SAW, lalu engkau meminta dari beliau seorang pembantu, mengingat menggiling gandum dan pekerjaan rumah tangga telah membuatmu payah, tentu itu lebih baik".
Perhatikan, komunikasi yang baik antara Ali r.a. dengan istrinya, Fathimah r.a. benar-benar menunjukkan keharmonisan hubungan mereka berdua. Harmonis bersama-sama di saat lapang maupun di saat menderita. Harmonis mencari jalan keluar dari masalah bersama. Harmonis pula dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
Kebersamaan itu makin nyata setelah akhirnya mereka berdualah yang mendatangi Rasulullah untuk menyampaikan hajat. Meski pada akhirnya Rasulullah SAW tidak memenuhi permintaan tersebut sebab memang yang diminta tidak beliau miliki, yang mana sebagai gantinya beliau mengajarkan beberapa dzikir yang dinilai lebih baik daripada keadiran seorang pembantu bagi putri serta menantunya tersebut. Namun begitu, pasutri mulia tersebut tetap saja harmonis dalam mengamalkan petunjuk Rasulullah SAW.
Perhatikan bagaimana keharmonisan selalu mewarnai kehidupan pasutri mulia ini. Salah satu sebabnya ialah adanya komunikasi yang baik, yaitu musyawarah antara pasutri untuk merencanakan, memutuskan, menjalankan, serta menuai hasilnya bersama-sama.
Perhatikan juga bagaimana keharmonisan itu terpelihara dengan dukungan mertua yang bijaksana, yang senantiasa menghendaki sesuatu yang lebih baik buat anak serta menantunya. Bagaimana pula keharmonisan itu begitu nyata terlihat pada komunikasi yang baik dalam musyawarah yang terjadi antara mereka bertiga: Rasululullah SAW sebagai mertua, Ali r.a. sebagai menantu serta Fathimah r.a. sebagai putri beliau.
Perhatikan bagaimana mereka telah menyelesaikan masalah dengan tanpa masalah. Dengan bekal takwa dan komunikasi yang baik dalam bermusyawarah, akhirnya mereka bisa menyelesaikan masalah dengan penuh keberkahan.
Allahumma, ya Allah, berkahilah keluarga kami sebagaimana Engkau telah memberkahi keluarga orang-orang sholih sebelum kami. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar