Walau berada di tengah masyarakat dan negara Turki yang sekuler, Erdogan dan partainya tetap ingin memperjuangkan nilai-nilai Islam yang mulai redup di negara yang pernah berdiri Kekhalifahan Islam terakhir ini.
Beliau bernama Rajab Thayib Erdogan, atau dalam bahasa Turki disapa sebagai Recep Tayyip Erdogan.
Erdogan lahir di Istanbul pada tanggal 26 Februari 1954. Tapi, ia dibesarkan di tanah kelahiran ayahnya di Rize, daerah pesisir Laut Hitam di Georgia. Pada usia 13 tahun, Erdogan kembali ke Istanbul. Ayah Erdogan, selain sebagai penjaga pantai di Angkatan Laut, juga seorang politikus muslim.
Pada tanggal 4 Juli 1978, Erdogan menikah dengan seorang muslimah bernama Ermine Gulbaran. Sang isteri lahir pada tahun 1955 di Siirt. Dari pernikahan ini, Erdogan menjadi seorang ayah dari empat anak: Ahmad Burak, Najmuddin Bilal, Sumayyah, dan Isra.
Setelah tamat di sekolah dasar dan menengah Islam, Erdogan melanjutkan kuliah di Universitas Marmara, fakultas ekonomi dan bisnis. Selain mengikuti pendidikan, pada usia 16 tahun, Erdogan muda ikut tergabung dalam tim sepak bola semi profesional. Selain itu, ia juga bekerja di perusahaan angkutan kota Istanbul.
Pada tahun 1980, Erdogan meninggalkan sepak bola dan bekerja di sektor swasta. Dua tahun kemudian, Erdogan terkena wajib militer dan sempat menjadi perwira dengan tugas khusus.
Ada peristiwa miris di tahun 80. Saat itu, terjadi kudeta militer di Turki yang akhirnya mengeluarkan kebijakan pelarangan semua partai politik. Tiga tahun kemudian, akhirnya kebijakan tersebut mengalami pemulihan dengan membolehkan kembali partai-partai politik.
Sebelum pelarangan partai, Erdogan sudah bergabung dengan Partai Keselamatan Nasional yang Islamis pimpinan Najmuddin Arbikan yang dibubarkan militer. Ketika partai sudah diperbolehkan lagi di Turki, para mantan pengurus partai pimpinan Arbikan atau Erbakan mendirikan partai baru yang bernama partai Refah atau Partai Kesejahteraan. Dua tahun kemudian, atau tahun 1985, Erdogan menjadi ketua partai tersebut untuk Provinsi Istanbul.
Pada pemilu 1991, Partai Kesejahteraan melampaui ambang 10 persen yang menjadi syarat memperoleh kursi di Dewan Nasional Agung. Dan saat itu, Erdogan terpilih menjadi anggota dewan mewakili provinsi Istanbul. Sayangnya, Komisi Pemilihan Pusat mencabut posisi Erdogan karena dianggap telah menyalahi sistem pemilu yang berlaku.
Tiga tahun kemudian, pada pemilu lokal yang diselenggarakan pada 27 Maret 1994, Partai Kesejahteraan memperoleh suara terbanyak untuk pertama kalinya di wilayah Istanbul. Dari kemenangan itu, Erdogan resmi menjadi wali kota Istanbul Raya serta Presiden dari Dewan Metropolitan Istanbul Raya.
Kepiawaian Erdogan dalam memimpin Istanbul menjadi bukti bahwa ia memang sanggup dan layak menjadi pemimpin umat. Ia berhasil membangun prasarana dan jalur-jalur transportasi Istanbul, pengadaan air bersih, penertiban bangunan, mengurangi kadar polusi dengan penanaman ribuan pohon di jalan-jalan kota.
Dalam aspek moral, Erdogan pun tidak mau tinggal diam. Erdogan melarang segala praktik prostitusi dengan memberikan pekerjaan lebih terhormat kepada para wanita muda. Ia juga melarang menyuguhkan minuman keras di tempat yang berada di bawah kontrol walikota.
Selain soal pelacuran dan minuman keras, kasus korupsi juga tidak luput dari pembenahan yang dilakukan Erdogan. Sebelumnya, anggaran belanja Istanbul selalu minus. Dengan pembenahan yang dilakukan Erdogan, anggaran belanja menjadi plus, suatu hal yang belum pernah terjadi di pemerintahan daerah Istanbul. Ini semakin meningkatkan citra partai Rafah (kesejahteraan) di mata masyarakat.
Keistiqamahan Erdogan membuat para sekuleris di Turki gelisah. Dan saat itu, Erdogan memang menyatakan perjuangan demi Islamnya secara terang-terangan. Padahal, Turki memang masih menganut ideologi sekuler semacam orde baru di Indonesia pada zaman Suharto.
Pernyataan Erdogan yang mengejutkan kaum sekuleris adalah, “Menjadi sekuleris dan Muslim secara beriringan adalah berbahaya." Kontan saja, para kaum sekuler memberikan peringatan kepada lembaga tinggi negara tentang ancaman yang bisa merongrong wibawa ideologi sekuler di Turki. "Kita harus melawan Erdogan. Karena ini ancaman serius untuk ideologi kita yang sudah dibangun oleh pendiri negara ini!"
Tahun 1998, Erdogan akhirnya dipenjara. Pengadilan memutuskan penjara 9 bulan untuk Erdogan. Beliau dianggap menghianati asas Sekularisme negara. Dalam waktu yang sama, justru Erdogan mendapat simpati dari rakyat banyak karena karakternya yang berani menegakkan kebenaran. Selama ini, masyarakat Turki memang sudah muak dengan moto ideologi sekuler yang hanya menjadi kedok kebobrokan para rezim di Turki yang korup.
Dalam suatu jajak pendapat, Erdogan justru terpilih sebagai walikota terfavorit dari 200 walikota di Turki. Erdogan tidak kehilangan semangat dengan penangkapannya ini. Beliau justru mengubah sebuah puisi karangan Ziya Gokalp, yang menambah semangat para pendukungnya, yang sebagian besar adalah umat Islam yang merupakan mayoritas di Turki.
Berikut puisinya (terjemah kasar) : Bahasa Turki :
Minareler süngü, kubbeler miğfer Camiler kışlamız, mü’minler asker Bu iláhi ordu dinimi bekler Allahu Ekber, Allahu Ekber.
Bahasa Indonesia :
Masjid adalah barak kami, Kubah adalah helm kami, Menara adalah bayonet kami, Orang-orang beriman adalah tentara kami. Tentara ini menjaga agama kami. Perjalanan suci kami adalah takdir kami, Akhir perjalanan kami adalah syahid (di jalan-Nya). Allahu Akbar! Allahu Akbar!
Setelah Partai Rafah dibubarkan oleh dewan nasional karena dianggap bertentangan dengan idelogi negara sekuler Turki, pada Agustus 2001, Erdogan mendeklarasikan partai baru yang bernama Partai Keadilan Pembangunan (AKP: Adalet ve Kalkinma Partisi, yang artinya putih, bersih, dan murni). Meski tidak secara tegas mencantumkan azas Islam karena hal itu memang dilarang, orang-orang AKP sudah dikenal masyarakat Turki sebagai penerus perjuangan Erbakan.
Meski baru berusia 12 bulan, pada pemilu 3 November 2002, AKP secara fantastis meraih 34,1 persen suara. Perolehan ini menjadikan AKP sebagai partai pemenang pemilu mengalahkan partai-partai nasionalis dan sekuler.
Karena masih berstatus terpidana, Erdogan tidak boleh menjabat sebagai perdana menteri. Dan jabatan itu dipegang oleh wakil ketua AKP, Abdullah Gul. Beberapa bulan kemudian, pada tanggal 12 Maret 2003, setelah kasus tuduhan terhadap Erdogan dianggap selesai dan disetujui parlemen, Erdogan pun akhirnya menjadi perdana menteri menggantikan Abdullah Gul.
Salah satu kebijakan Erdogan yang dianggap mengkhianati ideologi sekuler Turki adalah pencabutan larangan memakai jilbab. Padahal, sejak pendirian negara Turki sekuler oleh Mustafa Kemal Ataturk, jilbab sudah tidak lagi diperbolehkan berada dalam dinamika pemerintahan dan masyarakat Turki.
Karena pelarangan jilbab itulah, Erdogan terpaksa menyekolahkan anak-anak gadisnya ke Amerika dan Eropa yang memang membolehkan siswi berjilbab. Hal ini karena demi menjaga jilbab agar tidak lepas dari busana anak-anak wanitanya.
Fenomena inilah yang diperjuangkan Erdogan di Turki. Menurutnya kepada publik Turki, bagaimana mungkin Eropa dan Amerika yang jauh lebih sekuler dari Turki masih membolehkan siswi untuk mengenakan jilbab. Sementara Turki malah melarang. Erdogan pun akhirnya mengangkat logika ini untuk menyerang para anti Islam yang berlindung di balik topeng ideologi sekuler.
Akhirnya, pada pemilu 2007, partai yang dipimpin Erdogan mendapatkan suara yang sangat luar biasa, 46, 7 persen. Suatu perolehan yang belum pernah terjadi di pemilu Turki secara demokratis. Angka ini menjadikan AKP memperoleh 340 kursi dari 550 kursi parlemen.
Dalam kemenangan itulah, Erdogan dan partainya mengajukan proposal RUU Paket Demokrasi. Yang di antaranya, undang-undang yang membolehkan jilbab di sekolah, kampus, dan kantor-kantor pemerintah.
Keberpihakannya pada perjuangan umat Islam di Palestina, Erdogan secara aktif mengunjungi berbagai negara untuk melakukan lobi untuk mendukung perjuangan Palestina. Terakhir dalam diskusi internasional 'World Economic Forum' di Davos, Swiss, yang dihadiri Presiden Israel Shimon Peres, Sekjen PBB Ban Ki-moon, dan Amir Moussa, Erdogan duduk disamping Presiden Israel Shimon Peres menyatakan bahwa, “Israel adalah negara yang lebih daripada sekedar barbar” Beliau menatap tajam mata Presiden Israel Shimon Peres yang seolah cuek saja dengan Erdogan. Setelah itu, Erdogan pun meninggalkan forum.
Walau masih tidak terang-terangan menyatakan menegakkan syariat Islam di Turki, Erdogan dan partainya sudah berhasil meyakinkan masyarakat Turki yang sudah sekian puluh tahun terkungkung dalam topeng sukuler Turki kepada pembangunan nilai-nilai Islam yang universal.
Dari berbagai sumber. (mnh)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar