Jumat, 04 Juni 2010

Surat Terakhir Santi Sebelum Diserbu Israel

Santi Soekanto adalah salah satu dari 12 WNI di kapal Mavi Marmara yang diserbu Israel. Sebelum penyerbuan itu, Santi sempat mengirimkan surat elektronik yang sangat menyentuh.

Surat jurnalis Majalah Hidayatullah ini bertajuk “Gaza Tidak Membutuhkanmu!” yang dikirim pada Minggu 30 Mei 2010, atau sehari sebelum serangan Israel. Surat ini dibuat di atas kapal Mavi Marmara saat masih berada di Laut Tengah, 180 mil dari Pantai Gaza.

Saat itu, Santi dan anggota tim Freedom Flotilla lain tengah menunggu kedatangan tim lain untuk nanti sama-sama berangkat ke Gaza. Namun kabar akan serangan Israel sudah beredar.
“Kami masih menanti, masih tidak pasti, sementara berita berbagai ancaman Israel berseliweran,” kata Santi dalam pembukaan suratnya.

Santi berbagi pengalamannya bertemu dengan ratusan orang dengan berbagai latar belakang. Masing-masing dengan gayanya sendiri. Ada anak buah politisi Inggris yang petantang-petenteng, sampai aktivis perempuan muslimah yang pendiam, namun cekatan untuk memastikan semua rombongan bisa makan tepat waktu. Berikut adalah surat lengkap Santi untuk temannya Tommy Satryatomo yang kemudian dipasang di blognya:

GAZA TIDAK MEMBUTUHKANMU!

Di atas M/S Mavi Marmara, di Laut Tengah, 180 mil dari Pantai Gaza.
Sudah lebih dari 24 jam berlalu sejak kapal ini berhenti bergerak karena sejumlah alasan, terutama menanti datangnya sebuah lagi kapal dari Irlandia dan datangnya sejumlah anggota parlemen beberapa negara Eropa yang akan ikut dalam kafilah Freedom Flotilla menuju Gaza. Kami masih menanti, masih tidak pasti, sementara berita berbagai ancaman Israel berseliweran.

Ada banyak cara untuk melewatkan waktu –banyak di antara kami yang membaca Al-Quran, berzikir atau membaca. Ada yang sibuk mengadakan halaqah. Beyza Akturk dari Turki mengadakan kelas kursus bahasa Arab untuk peserta Muslimah Turki. Senan Mohammed dari Kuwait mengundang seorang ahli hadist, Dr Usama Al-Kandari, untuk memberikan kelas Hadits Arbain an-Nawawiyah secara singkat dan berjanji bahwa para peserta akan mendapat sertifikat.

Wartawan sibuk sendiri, para aktivis –terutama veteran perjalanan-perjalanan ke Gaza sebelumnya– mondar-mandir; ada yang petantang-petenteng memasuki ruang media sambil menyatakan bahwa dia “tangan kanan” seorang politisi Inggris yang pernah menjadi motor salah satu konvoi ke Gaza.

Activism

Ada begitu banyak activism, heroism. Bahkan ada seorang peserta kafilah yangmengenakan T-Shirt yang di bagian dadanya bertuliskan “Heroes of Islam” alias “Para Pahlawan Islam.” Di sinilah terasa sungguh betapa pentingnya menjaga integritas niat agar selalu lurus karena Allah Ta’ala.

Yang wartawan sering merasa hebat dan powerful karena mendapat perlakuan khusus berupa akses komunikasi dengan dunia luar sementara para peserta lain tidak. Yang berposisi penting di negeri asal, misalnya anggota parlemen atau pengusaha, mungkin merasa diri penting karena sumbangan material yang besar terhadap Gaza.

Kalau dibiarkan riya akan menyelusup, na’udzubillahi min dzaalik, dan semua kerja keras ini bukan saja akan kehilangan makna bagaikan buih air laut yang terhempas ke pantai, tapi bahkan menjadi lebih hina karena menjadi sumber amarah Allah Ta’ala.

Mengerem

Dari waktu ke waktu, ketika kesibukan dan kegelisahan memikirkan pekejaan menyita kesempatan untuk duduk merenung dan tafakkur, sungguh perlu bagiku untuk mengerem dan mengingatkan diri sendiri. Apa yang kau lakukan Santi? Untuk apa kau lakukan ini Santi? Tidakkah seharusnya kau berlindung kepada Allah dari ketidakikhlasan dan riya? Kau pernah berada dalam situasi ketika orang menganggapmu berharga, ucapanmu patut didengar, hanya karena posisimu di sebuah penerbitan? And where did that lead you? Had that situation led you to Allah, to Allah’s blessing and pleasure, or had all those times brought you Allah’s anger and displeasure?
…Kalau hanya sekedar penghargaan manusia yang kubutuhkan di sini, Subhanallah, sungguh banyak orang yang jauh lebih layak dihargai oleh seisi dunia di sini…
Kalau hanya sekedar penghargaan manusia yang kubutuhkan di sini, Subhanallah, sungguh banyak orang yang jauh lebih layak dihargai oleh seisi dunia di sini. Mulai dari Presiden IHH Fahmi Bulent Yildirim sampai seorang Muslimah muda pendiam dan shalihah yang tidak banyak berbicara selain sibuk membantu agar kawan-kawannya mendapat sarapan, makan siang dan malam pada waktunya. Dari para ulama terkemuka di atas kapal ini, sampai beberapa pria ikhlas yang tanpa banyak bicara sibuk membersihkan bekas puntung rokok sejumlah perokok ndableg.

Kalau hanya sekedar penghargaan manusia yang kubutuhkan di sini, Subhanallah, di tempat ini juga ada orang-orang terkenal yang petantang-petenteng karena ketenaran mereka.
Semua berteriak, “Untuk Gaza!” namun siapakah di antara mereka yang teriakannya memenangkan ridha Allah? Hanya Allah yang tahu.

Gaza Tak Butuh Aku

Dari waktu ke waktu, aku perlu memperingatkan diriku bahwa Al-Quds tidak membutuhkan aku. Gaza tidak membutuhkan aku. Palestina tidak membutuhkan aku.
Masjidil Aqsha milik Allah dan hanya membutuhkan pertolongan Allah. Gaza hanya butuh Allah. Palestina hanya membutuhkan Allah. Bila Allah mau, sungguh mudah bagiNya untuk saat ini juga, detik ini juga, membebaskan Masjidil Aqsha. Membebaskan Gaza dan seluruh Palestina.
…Gaza tidak membutuhkan aku. Akulah yang butuh berada di sini, suamiku Dzikrullah-lah yang butuh berada di sini karena kami ingin Allah memasukkan nama kami ke dalam daftar hamba-hambaNya yang bergerak menolong agamaNya. Menolong membebaskan Al-Quds….
Akulah yang butuh berada di sini, suamiku Dzikrullah-lah yang butuh berada di sini karena kami ingin Allah memasukkan nama kami ke dalam daftar hamba-hambaNya yang bergerak -betapa pun sedikitnya- menolong agamaNya. Menolong membebaskan Al-Quds.
Sungguh mudah menjeritkan slogan-slogan, Bir ruh, bid dam, nafdika ya Aqsha. Bir ruh bid dam, nafdika ya Gaza!
Namun sungguh sulit memelihara kesamaan antara seruan lisan dengan seruan hati.

Cara Allah Mengingatkan

Aku berusaha mengingatkan diriku selalu. Namun Allah selalu punya cara terbaik untuk mengingatkan aku.
…Aku berusaha mengingatkan diriku selalu. Namun Allah selalu punya cara terbaik untuk mengingatkan aku…
Pagi ini aku ke kamar mandi untuk membersihkan diri sekedarnya – karena tak mungkin mandi di tempat dengan air terbatas seperti ini, betapa pun gerah dan bau asemnya tubuhku.

Begitu masuk ke salah satu bilik, ternyata toilet jongkok yang dioperasikan dengan sistem vacuum seperti di pesawat itu dalam keadaan mampheeeeet karena ada dua potongan kuning coklaaat menyumbat lubangnya! Apa yang harus kulakukan? Masih ada satu bilik dengan toilet yang berfungsi, namun kalau kulakukan itu, alangkah tak bertanggung-jawabnya aku rasanya? Kalau aku mengajarkan kepada anak-anak bahwa apa pun yang kita lakukan untuk membantu mereka yang fii sabilillah akan dihitung sebagai amal fii sabilillah, maka bukankah sekarang waktunya aku melaksanakan apa yang kuceramahkan?

Entah berapa kali kutekan tombol flush, tak berhasil. Kotoran itu ndableg bertahan di situ. Kukosongkan sebuah keranjang sampah dan kuisi dengan air sebanyak mungkin –sesuatu yang sebenarnya terlarang karena semua peserta kafilah sudah diperingatkan untuk menghemat air– lalu kusiramkan ke toilet.
Masih ndableg.
Kucoba lagi menyiram.
Masih ndableg.
Tidak ada cara lain. Aku harus menggunakan tanganku sendiri.
Kubungkus tanganku dengan tas plastik. Kupencet sekali lagi tombol flush. Sambil sedikit melengos dan menahan nafas, kudorong tangan kiriku ke lubang toilet.
Blus!
Si kotoran ndableg itu pun hilang disedot pipa entah kemana.
Lebih dari 10 menit kemudian kupakai untuk membersihkan diriku sebaik mungkin sebelum kembali ke ruang perempuan, namun tetap saja aku merasa tak bersih. Bukan di badan, mungkin, tapi di pikiranku, di jiwaku.
…sehebat dan sepenting apa pun tampaknya tugas dan pekerjaanku, bila kulakukan tanpa keikhlasan, maka tak ada artinya atau bahkan lebih hina daripada mendorong kotoran ndableg tadi…
Ada peringatan Allah di dalam kejadian tadi -agar aku berendah-hati, agar aku ingat bahwa sehebat dan sepenting apa pun tampaknya tugas dan pekerjaanku, bila kulakukan tanpa keikhlasan, maka tak ada artinya atau bahkan lebih hina daripada mendorong kotoran ndableg tadi.

Allahumaj’alni minat tawwabiin
Allahumaj’alni minal mutatahirin
Allahumaj’alni min ibadikassalihin

Santi Soekanto,
Ibu rumah tangga dan wartawan yang ikut dalam kafilah Freedom Flotilla to Gaza Mei 2010.

Rabu, 02 Juni 2010

Dua Pucuk Surat Dari Gaza

dari notes facebook seorang teman
 
Assalamu'alaikum saudara...! teman dan sahabat, bukan karena ikutan latah dengan adanya berita hangat yang membuat berang semua orang dengan adanya serangan Israel ke kapal bantuan kemanusiaan bagi warga Palestina. Ini hanya sebuah literatur yang pernah kubaca di lietarur, yang semoga bisa kita maknai kembali dan membuat kita semua tergugah dalam memperjuangkan aqidah dan iman kita, amien... wassalamu'alaikum wr.wb..
 
Assalamu'alaikum Wr.wb.,

Saya tidak tahu, mengapa saya harus menulis dan mengirim surat ini untuk kalian di Indoneseia...???? namun, jika kalian tetap bertanya kepadaku, kenapa....? mungkin satu-satunya negara yang berpenduduk muslim terbanyak di punggung bumi ini.... bukan demikian saudaraku??? disana saya menunaikan ibadah haji beberapa tahun silam, ketika aktivitas da'wah dari Jamaah Haji asal Indonesia, dia mengatakan kepadaku, "setiap tahun musim haji, ada sekitar 205 ribu jamaah haji berasal dari Indonesia datang ke Baitullah ini....


Wah sungguh jumlah angka yang sangat fantastis dan membuat saya berdecak kagum, lalu saya mengatakan keadanya, " saudaraku, jika jumlah jamaah haji asal Gazza sejak tahun 1987 sampai sekarang di gabung, itu belum bisa menyamai jumlah jamaah haji dari negeri kalian dalam satu musim haji saja, Padahal jarak kami tempat kami ke Baitullah lebih dekat di banding kalian ya... wah... wah... pasti uang kalian sangat banyak yah, apalagi menurut sahabatku itu ada 5% dari rombongan tersebut yang menunaikan ibadah haji untuk yang kedua kalinya... Subhanallah.


Wahai saudaraku di Indonesia, pernah saya berkhayal dalam hati... kenapa saya dan kami yang ada di Gazza ini tidak dilahirkan di negeri kalian saja. Wah... pasti sangat indah dan mengagumkan yah... Negeri kalian aman, kaya dan subur, setidaknya itu yang saya ketahui tentang negeri kalian. Pasti para ibu-ibu disana amat mudah menyusui bayi-bayinya, susu formula bayi pasti dengan udah kalian dapatkan di toko-toko dan para wanita hamil kalian mungkin dengan mudah bersalin di rumah sakit yang mereka inginkan.


Ini yang membuatku iri kepadamu wahai saudaraku, tidak seperti di negeri kami ini saudaraku, anak anak bayi kami lahir di tenda-tenda pengungsian. Bahkan tidak jarang tentara Israel menahan mobil ambulance yang akan mengantarkan istri kami melahirkan di rumah sakit yang lebih lengkap alatnya di daerah Rafah, sehingga istri-istri kami terpaksa melahirkan diatas mobil... yah diatas mobil saudaraku!! susu formula bayi adalah barang yang langka di Gazza sejak kami diblokade 2 tahun lalu, namun istri-istri kami tetap menyusui bayi-bayi kami dan menyapihnya hingga dua tahun lamanya, walau terkadang untuk memperlancar ASI mereka , istri kami rela minum air rendaman gandum.


Namun mengapa di negeri kalian, katanya tidak sedikit kasus pembuangan bayi yang tidak jelas siapa ayah dan ibunya, terkadang ditemukan mati di parit-parit, di selokan-selokan dan ditempat sampah... itu yang kami dapat dari informasi televisi. Dan yang membuat saya terkejut dan merinding... ternyata negeri kalian adalah negeri yang tertinggi kasus abortusinya untuk wilayah Asia... Astagfirullah. Ada apa dengan kalian? Apakah karena di negeri kalian tidak ada konflik bersenjata seperti kami di sini, sehingga orang bisa melakukan hal hina tersebut!!!.


Sepertinya kalian belum menghargai arti sebuah nyawa bagi kami disini. Memang hampir setiap hari di Gazza sejak penyerangan Israel, kami menyaksikan bayi-bayi kami mati, namun bukanlah diselokan-selokan atau got-got apalagi ditempat sampah saudaraku!!! Mereka mati syahid saudaraku mati syahid karena serangan roket tentara Israel, kami temukan mereka tak bernyawa lagi dipangkuan ibunya, dibawah puing-puing bangunan rumah kami yang hancur oleh serangan roket tentara zionis israel.


Bagi kami nilai seorang bayi adalah aset perjuangan perlawanan kami terhadap penjajah yahudi mereka adalah mata rantai yang akan menyambung perjuangan kami memerdekakan negeri ini. Perlu kalian ketahui, sejak serangan Israel tanggal 27 Desember kemaren saudara-saudara kami yang shahid sampai 1400 orang, 600 diantaranya adalah anak-anak kami, namun sejak penyerangan itu pula sampai hari ini, kami menyambut lahirnya 3000 bayi baru dijalur Gazza dan Subhanallah kebanyakan mereka adalah laki-laki dan banyak yang kembar... Allahu Akbar!!!.


Wahai saudaraku di Indonesia, negeri kalian subur dan makmur, tanaman apa saja yang kalian tanam akan tumbuh dan berbuah, namun kenapa di negeri kalian masih ada bayi yang kekurangan gizi, menderita busung lapar? apa karena kalian sulit mencari rizki disana? apa negeri kalian sedang diblokade juga?. Perlu kalian ketahui saudaraku, tidak ada satupun bayi di Gazza yang menderita kekurangan gizi apalagi sampai mati kelaparan, walaupun lama kami sudah diblokade. Kalian terlalu manja. Saya adalah pegawai tata usaha di kantor pemerintahan Hamas sudah 7 bulan ini, gaji bulanan belum saya terima, tapi Allah SWT. yang mencukupi rizki untuk kami.


Perlu kalian ketahui pula, bulan ini saja ada sekitar 300 pasang pemuda baru saja melangsungkan pernikahan, yah mereka menikah disela-sela serangan agresi Israel, Mereka mengucapkan akad nikah, diantara bunyi letupan bom dan peluru saudaraku!. Dan perdana menteri kami, yaitu Ust. Ismail Haniya memberikan santunan awal pernikahan bagi semua keluarga baru tersebut.


Wahai saudaraku di Indonesia terkadang saya pun iri, seandainya saya bisa merasakan pengajian atau halaqoh pembinaan di negeri antum, seperti yang diceritakan teman saya tersebut... program pengajian kalian pasti bagus bukan...? banyak kitab yang mungkin kalian telah baca, dan buku-buku pasti kalian telah lahap, kalian pun sangat bersemangat bukan?, itu karena kalian punya waktu kami tidak memiliki waktu yang banyak dsini wahai saudaraku.


Satu jam yah satu jam itu adalah waktu yang dipatok untuk kami disini untuk halaqoh setelah itu kami baru terjun langsung ke lapangan jihad, sesuai dengan tugas yang telah diberikan kepada kami. Kami disini sangat menanti-nantikan hari halaqoh tersebut walau cuma satu jam saudaraku, tentu kalian lebih bersyukur kalian lebih punya waktu untuk menegakkan rukun-rukun halaqoh, seperti ta'aaruf, tafaahum dan tafaakul disana.


Hafalan antum pasti lebih banyak dari pada kami, semua pegawai dan pejuang Hamas disini wajib menghafal surat al-anfal sebagai 'nyanyian perang' kami, saya menghafal disela-sela waktu istirahat perang, bagaimana dengan kalian?


Akhir Desember kemaren, saya menghadiri acara wisuda penamatan hafalan 30 juz anakku yang pertama, ia diantara 1000 anak yang tahun ini menghafal al-qur'an, umurnya baru 10 tahun, saya yakin anak-anak kalian jauh lebih cepat menghafal alqur'an ketimbang anak-anak kami disini, di Gazza tidak ada SDIT seperti ditempat kaian, yang menyebar seperti jamur sekarang. Mereka belajar diantara puing-puing reruntuhan gedung yang hancur yang tanahnya sudah diratakan, diatasnya diberi beberapa helai daun pohon kurma, yah ditempat itulah mereka belajar saudaraku...


Bunyi suara setoran hafalan alqur'an mereka bergemuruh diantara bunyi-bunyi senapan tentara Israel... ayat-ayat jihad paling cepat mereka hafal, karena memang didepan mereka tafsirnya langsung mereka rasakan.


Wahai saudaraku di Indonesia...! Oh iya kami harus berterima kasih kepada kalian semua, melihat aksi solidaritas yang kalian perlihatkan kepada masyarakat dunia, kami menyaksikan demo-demo kalian disini. Subhanallah kami sangat terhibur, karena kalian juga merasakan apa yang kami rasakan disini. Memang banyak masyarakat dunia yang menangisi kami disini, termasuk kalian di Indonesia.


Namun bukan tangisan kalian yang kami butuhkan saudaraku, biarlah butiran air matamu adalah catatan bukti nanti di akhirat yang dicatat oleh Allah sebagai bukti ukhuwah kalian kepada kami. Doa-doa kalian dan dana kalian telah kami rasakan manfaatnya. Kamilah yang berterima kasih, partai kami adalah Hamas sejak berjuang melalui demokrasi sejak tahun 2006, terinspirasi oleh kemenangan partai da'wah kalian di Indonesia.


Kami tetap mengurus partai seperti yang kami belajar dari kalian, tetap membina para kader kami, dengan masyarakat dan satu lagi kami juga tetap mengangkat senjata untuk mengusir tentara Israel dari bumi Palestina.


Kalian tidak sedang mengangkat senjata, seperti kami disini, kader kalian banyak, apalagi yang kurang dari kalian. Saya cuma bisa berdoa semoga kalian bisa memenangkan pemilu nanti... oh iya hari semakin larut, sebentar lagi adalah giliran saya untuk menjaga kantor, tugasku untuk menunggu jika ada telepon dan fax yang masuk, InsyaAllah nanti ingin saya sambung dengan surat yang lain lagi.

Salam untuk semua pejuang-pejuang Islam di Indonesia.

(Akhukum Abdullah - Gazza City 1430 H).