Oleh Lizsa Anggraeny
"Wuih... Cemilan seleb mah emang lain ya...!"
Komentar bercanda yang dilontarkan seorang sahabat sambil tersenyum. Saat melihat saya asyik melahap apel merah, di sela hidangan 'snack' jeda rapat organisasi. Yang kemudian saya timpali dengan bercanda pula.
"Inget umur, bentar lagi 40, biar nggak cepat menopause...rapuh" Yang kemudian komentar saya ini ditanggapi serius oleh sahabat lain di samping. "Betul! Sering-sering makan tahu, tempe, biar tetap awet muda..."
Beginilah ibu-ibu. Jika sudah berkumpul, tak cuma silaturahim. Bagi-bagi resep masakan, curhat tentang anak-anak ataupun bagi-bagi tips biar tetap segar, cantik plus awet muda kadang menjadi selingan.
***
Almost 40 years old,
Jika Allah Ta`ala mengizinkan, Insya Allah tak lama lagi saya akan menginjak usia kepala empat. Usia yang menurut beberapa orang merupakan usia rentan bagi seorang perempuan. Usia transisi dari masa muda menjelang tua. Dimana akan mulai terjadi proses penurunan fungsi hormonal, fisik serta penampilan. "Harus mulai jaga badan..." Terlintas kembali ucapan seorang sahabat saat membahas usia.
Renungan mulai berjalan. Apa yang akan disiapkan jelang usia 40? Kesehatan? Sudah pasti. Makanan? Tentu saja. Penampilan fisik? Hhmm... Saya begitu bersyukur. Di usia sekarang, orang-orang sering terkecoh. Menganggap usia saya berkisar 25-an atau paling banter 28 tahunan. Terlebih dengan adanya si kecil yang baru menginjak usia 1 tahunan. Tak ada yang menyangka saya akan masuk ke angka kepala empat.
Lalu, renungan mulai melompat ke masa lalu. Mengingat pergantian waktu yang pernah terlewati, dari hari ke hari, bulan ke bulan, hingga usia saat ini. Ada masa remaja, pubertas, wanita karir, menikah, lalu menjadi ibu rumah tangga. Ada beberapa jeda masa lalu yang kadang membuat saya mentertawakan diri sendiri entah karena dianggap lucu, konyol atau nyinyir. Ada pula jeda yang membuat saya terdiam kelu saat mengenang beberapa teman yang telah mendahului di usia yang terbilang muda. Serta ada pula jeda yang membuat saya tertunduk malu hingga berlinang air mata, mengingat beberapa dosa,khilaf dan kesalahan yang telah diperbuat.
Jaga badan, makanan, fisik, olah raga teratur. Persiapan secara 'duniawi' rasanya sudah mantap. Lalu, bagaimana dengan persiapan ukhrawi? Berapa surat hapalan Qur`an yang telah diingat? Amal sholeh apa yang telah ditabung secara rutin? Sudahkah mempersiapkan bekal dengan rapi untuk perjalanan 'terkahir' jika saatnya tiba? Adakah amal-amal yang disangka baik ternyata di mata Allah tak ada harganya? Apakah umur saya berujung bahagia? Sengsara? Sia-sia? Astaghfirullah... Semakin merenung semakin diri terlihat kecil dengan amalan-amalan minim.
Pikiran mulai melayang pada satu ilustrasi sederhana tentang kehidupan yang begitu menyentuh. "Hidup bagai membuka lembar demi lembar sebuah buku. Setiap lembar buku yang kita buka, ibarat satu hari yang telah dilewati. Semakin banyak lembar buku yang dibuka, semakin tipis sisa lembaran tersebut. Sampai akhirnya lembaran buku itu habis. Dan itulah ajal."
Akan saya warnai apa sisa umur yang ada? Selanjutnya, akan saya buka dengan lembaran apa sisa hidup ini?
Jelang usia 40....
Ada pesan diri terselip dalam hati. Tak perlu pesta hura-hura untuk merayakan pergantiannya. Tak perlu tiup lilin, tak perlu tumpengan beras kuning ataupun kue tart, dan takperlu "Happy Birthday to You."
Karena umur manusia tak lebih dari rangkaian waktu yang diberikan Allah. Perbedaan umur yang berikan hanya ada pada jatah hidup. Semua akan berakhir ketika maut menjemput. Tak pandang bulu, kecil-tua-muda, miskin-kaya, semua akan merasakan mati. Yang datangnya tak pernah disangka, tak pernah diduga. Dan ketika kematian datang, semua amal sudah tertutup. Semuanya telah selesai. Tak peduli sedikit apa amal yang telah kita kerjakan.
Semoga, menjelang usia tersebut, saya tak hanya bisa menjaga fisik, sebagai wujud syukur pada Sang Pencipta. Terlebih dari itu, semoga diri ini bisa membuka lembaran hidup dengan warna yang lebih baik, amalan yang lebih indah, catatan yang lebih manis.
Sebagai manusia naif, ingin rasanya dapat merampungkan buku lembaran hidup dengan nilai "Best Seller" tak hanya di mata manusia, tapi juga di hadapan Allah. Berhak menyandang gelar sertifikat kelulusan cumlaude berupa jiwa yang "Mutmainah." Serta layak mendapat royalti berupa kavling mewah di pemukiman real estate bernama "Jannatu Firdaus"
Amiin ya Rabbal`alamiinKomentar bercanda yang dilontarkan seorang sahabat sambil tersenyum. Saat melihat saya asyik melahap apel merah, di sela hidangan 'snack' jeda rapat organisasi. Yang kemudian saya timpali dengan bercanda pula.
"Inget umur, bentar lagi 40, biar nggak cepat menopause...rapuh" Yang kemudian komentar saya ini ditanggapi serius oleh sahabat lain di samping. "Betul! Sering-sering makan tahu, tempe, biar tetap awet muda..."
Beginilah ibu-ibu. Jika sudah berkumpul, tak cuma silaturahim. Bagi-bagi resep masakan, curhat tentang anak-anak ataupun bagi-bagi tips biar tetap segar, cantik plus awet muda kadang menjadi selingan.
***
Almost 40 years old,
Jika Allah Ta`ala mengizinkan, Insya Allah tak lama lagi saya akan menginjak usia kepala empat. Usia yang menurut beberapa orang merupakan usia rentan bagi seorang perempuan. Usia transisi dari masa muda menjelang tua. Dimana akan mulai terjadi proses penurunan fungsi hormonal, fisik serta penampilan. "Harus mulai jaga badan..." Terlintas kembali ucapan seorang sahabat saat membahas usia.
Renungan mulai berjalan. Apa yang akan disiapkan jelang usia 40? Kesehatan? Sudah pasti. Makanan? Tentu saja. Penampilan fisik? Hhmm... Saya begitu bersyukur. Di usia sekarang, orang-orang sering terkecoh. Menganggap usia saya berkisar 25-an atau paling banter 28 tahunan. Terlebih dengan adanya si kecil yang baru menginjak usia 1 tahunan. Tak ada yang menyangka saya akan masuk ke angka kepala empat.
Lalu, renungan mulai melompat ke masa lalu. Mengingat pergantian waktu yang pernah terlewati, dari hari ke hari, bulan ke bulan, hingga usia saat ini. Ada masa remaja, pubertas, wanita karir, menikah, lalu menjadi ibu rumah tangga. Ada beberapa jeda masa lalu yang kadang membuat saya mentertawakan diri sendiri entah karena dianggap lucu, konyol atau nyinyir. Ada pula jeda yang membuat saya terdiam kelu saat mengenang beberapa teman yang telah mendahului di usia yang terbilang muda. Serta ada pula jeda yang membuat saya tertunduk malu hingga berlinang air mata, mengingat beberapa dosa,khilaf dan kesalahan yang telah diperbuat.
Jaga badan, makanan, fisik, olah raga teratur. Persiapan secara 'duniawi' rasanya sudah mantap. Lalu, bagaimana dengan persiapan ukhrawi? Berapa surat hapalan Qur`an yang telah diingat? Amal sholeh apa yang telah ditabung secara rutin? Sudahkah mempersiapkan bekal dengan rapi untuk perjalanan 'terkahir' jika saatnya tiba? Adakah amal-amal yang disangka baik ternyata di mata Allah tak ada harganya? Apakah umur saya berujung bahagia? Sengsara? Sia-sia? Astaghfirullah... Semakin merenung semakin diri terlihat kecil dengan amalan-amalan minim.
Pikiran mulai melayang pada satu ilustrasi sederhana tentang kehidupan yang begitu menyentuh. "Hidup bagai membuka lembar demi lembar sebuah buku. Setiap lembar buku yang kita buka, ibarat satu hari yang telah dilewati. Semakin banyak lembar buku yang dibuka, semakin tipis sisa lembaran tersebut. Sampai akhirnya lembaran buku itu habis. Dan itulah ajal."
Akan saya warnai apa sisa umur yang ada? Selanjutnya, akan saya buka dengan lembaran apa sisa hidup ini?
Jelang usia 40....
Ada pesan diri terselip dalam hati. Tak perlu pesta hura-hura untuk merayakan pergantiannya. Tak perlu tiup lilin, tak perlu tumpengan beras kuning ataupun kue tart, dan takperlu "Happy Birthday to You."
Karena umur manusia tak lebih dari rangkaian waktu yang diberikan Allah. Perbedaan umur yang berikan hanya ada pada jatah hidup. Semua akan berakhir ketika maut menjemput. Tak pandang bulu, kecil-tua-muda, miskin-kaya, semua akan merasakan mati. Yang datangnya tak pernah disangka, tak pernah diduga. Dan ketika kematian datang, semua amal sudah tertutup. Semuanya telah selesai. Tak peduli sedikit apa amal yang telah kita kerjakan.
Semoga, menjelang usia tersebut, saya tak hanya bisa menjaga fisik, sebagai wujud syukur pada Sang Pencipta. Terlebih dari itu, semoga diri ini bisa membuka lembaran hidup dengan warna yang lebih baik, amalan yang lebih indah, catatan yang lebih manis.
Sebagai manusia naif, ingin rasanya dapat merampungkan buku lembaran hidup dengan nilai "Best Seller" tak hanya di mata manusia, tapi juga di hadapan Allah. Berhak menyandang gelar sertifikat kelulusan cumlaude berupa jiwa yang "Mutmainah." Serta layak mendapat royalti berupa kavling mewah di pemukiman real estate bernama "Jannatu Firdaus"
"Ya Allah, jadikanlah sebaik-baiknya umurku pada penghujungnya, dan sebaik-baiknya amalku pada akhir hayatku, dan jadikanlah sebaik-baiknya hari ketika aku bertemu dengan Mu" (H.R. Ibnu Sunny)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar