Sumber: Dakwatuna.com
”Sesungguhnya yang halal itu sudah jelas dan yang haram itu sudah
jelas, di antara keduanya ada perkara syubhat yang tidak diketahui oleh
banyak manusia. Barangsiapa berhati-hati dengan yang syubhat, ia telah
memelihara agama dan kehormatannya. Barangsiapa yang terjatuh pada
syubhat, maka ia telah terjerumus pada yang haram.” (Muslim)
Kalimat itu diucapkan Nabi Muhammad saw. lebih dari 14 abad silam.
Beliau memberi peringatan kepada kita untuk berhati-hati dalam masalah
halal dan haram, serta sesuatu yang tidak jelas di antara keduanya. Hal
itu menyangkut rezeki yang didapat, makanan yang dikonsumsi, pakaian
yang dikenakan, nafkah yang diberikan kepada keluarga, dan hal-hal lain
yang terkait dengan hidup keseharian kita. Semuanya harus berasal dari
yang halal, baik secara hukum maupun secara zat. Allah swt.
memerintahkan kita untuk selektif dalam mengkonsumsi segala hal yang
menjadi kebutuhan hidup kita.
“Hai manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di
bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan; karena setan
itu musuh yang nyata bagimu.” (Al-Baqarah: 168)
Implikasi mengkonsumsi barang haram sangat signifikan bagi kehidupan
seseorang, baik di dunia maupun di akhirat. Di dunia akan berdampak pada
perilaku, akhlak, psikologi, emosi, kesehatan, dan keturunan kita.
Sedangkan di akhirat ada dua kemungkinan: masuk surga dengan menikmati
segala kenikmatannya, atau neraka dengan menanggung segala siksanya.
Karena itu tak heran jika Abu Bakar sangat ketat dalam hal ini. Di
satu riwayat disebutkan bahwa suatu hari pembantu Abu Bakar datang
dengan membawa makanan. Seketika Abu Bakar mengambil dan memakannya.
Sang Pembantu berkata, “Wahai Khalifah Rasululillah, biasanya setiap
kali aku datang membawa makanan, Anda selalu bertanya dari mana asal
makanan yang aku bawa. Kenapa sekarang Anda tidak bertanya?” Abu Bakar menjawab, “Sungguh hari ini aku sangat lapar sehingga lupa
untuk menanyakan hal itu. Kalau begitu ceritakanlah, dari mana kamu
mendapat makanan ini?” Si Pembantu menjawab, “Dulu sebelum aku masuk Islam profesiku adalah
sebagai dukun. Suatu hari aku pernah diminta salah satu suku untuk
membacakan mantra di kampong mereka. Mereka berjanji akan membalas
jasaku itu. Pada hari ini aku melewati kampung itu dan kebetulan mereka
sedang mengadakan pesta, maka mereka pun menyiapkan makanan untukku
sebagai balasan atas jasa perdukunan yang pernah kuberikan.”
Mendengar itu spontan Abu Bakar memasukkan jari ke kerongkongannya
agar bisa muntah. Setelah muntah Abu Bakar berkata, “Jika untuk
mengeluarkan makanan itu aku harus menebus dengan nyawa, pasti akan aku
lakukan karena aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda, ‘Tidak ada
daging yang tumbuh dari makanan yang haram melainkan neraka layak untuk
dirinya’.”
Begitulah Abu Bakar. Contoh pemimpin yang menjaga dirinya dari hal-hal syubhat.